Saturday 29 December 2012

Agama


UDENG DAN SELEMPOT SEBAGAI PENGIKAT INDRIA

Umat Hindu setelah melaksanakan upacara tertentu sering kita lihat mengikatkan tiga helai daun ilalang yang disusun sedemikian rupa di kepala mereka. Benda ini sangat istimewa dan mengandung nilai kesucian yang sangat dalam. Benda tersebut disebut Sirowista atau Karowista.
            Kata Sirowista berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari kata sirah (kepala) dan wista (pengikat). Jadi Sirowista adalah ikat kepala yang terbuat dari tiga helai daun ilalang yang dibentuk sedemikian rupa.
Sirowista dibuat dari daun ilalang karena daun ilalang sangat penting dalam tradisi Hindu. Dalam setiap upacara rumput ini pasti hadir sebagai bagian dari upakara, malah menjadi bagian yang sangat penting.
Tentang kesucian dari rumput ilalang dapat kita temui dalam itihasa Mahabharata khususnya dalam kitab Adiparwa. Dalam kitab ini diceritakan bahwa rumput ilalang menjadi suci karena telah terpercikkan tirta amerta. Ketika Sang Garuda menyerahkan tirta amerta kepada para naga untuk mebebaskan ibunya. Saat tirta amerta ditinggal oleh para naga mandi, datanglah Sang Hyang Indra mengambilnya kembali. Sekembalinya dari mandi para naga tidak lagi menemui tirta amerta, melainkan hanya titik-titik amerta yang tertinggal di ujung rumput ilalang yang ada di sana, itulah yang dijilat oleh para naga. Demikianlah cerita rumput ilalang yang menjadi suci karena percikan tirta amerta tersebut.
            Sebuah Sirowista dibuat dari tiga helai daun ilalang yang dibentuk sedemikian rupa sehingga pada ujungnya terdapat dua lingkaran dan tetap terdapat ujung yang lancip. Bila kita perhatikan dengan seksama Sirowista tersebut, jelaslah bahwa bentuk Sirowista merupakan perwujudan dari aksara suci OM, yang terdiri atas Omkara, Ardhacandra, Windhu dan Nadha. Omkara terdiri dari Tri Aksara ( Ang, Ung, Mang), lingkaran pertama adalah Ardhacandra (bulan), lingkaran ke dua adalah Windhu (matahari), dan ujung yang lancip adalah Nadha (getaran cahaya). Jadi aksara suci OM sebagai Nadha Brahma, dan juga perwujudan dari hukum semesta utpeti, sthiti dan pralina, dituangkan dalam bentuk Sirowista dengan bahan rumput suci.
            Penggunaan Sirowista diikatkan di kepala dengan makna untuk mengikat kesucian dari Panca Budhi Indriya. Seperti diketahui bahwa manusia memiliki sepuluh indriya (Dasendriya), terdiri dari Panca Budhi Indriya dan Panca Kama Indriya. Panca Budhi Indriya terdiri atas Srotendriya, Twakindriya, Cakswindriya,  Jihwendriya dan Ghranendriya, semuanya terletak di kepala. Sedangkan Panca Karma Indriya terletak dibagian bawah yaitu Panindriya, Padendriya, Upasthendriya, Wagindriya dan Paywindriya.
Dengan demikian jelaslah bahwa Sirowista dimaksudkan untuk mengikat Panca Budhi Indriya manusia khususnya Rajendriya (pikiran) dan lanjut untuk menyucikannya.
Selanjutnya secara estetik Sirowista dikembangkan menjadi udeng(destar) yang dipakai oleh umat Hindu dalam berbagai aktivitas keagamaan. Sementara itu karma indriya diikat dengan selempot (umpal) yang diikatkan di perut, yang menjadi sarana mutlak  dalam berbagai aktivitas kerja keagamaan seperti ngayah dll. Dalam setiap aktivitas kerja keagamaan umat Hindu selalu menggunakan ikat kepala (destar) dan ikat perut (selempot). Artinya mereka sangat mengutamakan pengendalian indria dalam setiap aktivitas keagamaan.
Pada acara-acara tertentu ikat kepala yang bermakna kesucian tersebut diganti dengan kain putih, atau potongan daun rontal yang juga berwarna putih yang sering digunakan dalam upacara pitra yadnya seperti maligia, memukur atau nyekah dan juga pada upacara dewa yadnya seperti saat membuat sarana upacara (nyatur ).  Jadi dengan mengikatkan Sirowista atau udeng dikepala dan salempot di perut sebagai ihtiar dari umat Hindu untuk mengikat nilai-nilai kesucian dan menegakkannya dalam kehidupan beragama. ( I Nengah Margiana, S.Pd )

Wednesday 26 December 2012

Masa Kritis Remaja Awal


MASA KRITIS REMAJA AWAL
               
Manakala usia seseorang telah genap  12/13 tahun, maka ia telah mulai menginjak kehidupan yang disebut masa remaja awal. Dr Winarno surachmad menyatakan,  masa remaja (adolescence) berada pada usia 12 – 22 tahun. Selanjutnya masa remaja ini diuraikan menjadi masa remaja awal ( early adolescence) usia 12 – 17 tahun, dan masa remaja akhir  (late adolescence) pada usia 17 – 22 tahun. Masa remaja awal  yang berlangsung pada usia 12 – 17 tahun ini sering disitilahkan dengan “ teenagers” (anak usia belasan tahun).
Dikatakan kritis sebab dlam masa ini remaja akan dihadapkan dengan persoalan apakah ia dapat menghadapi  dan memecahkan masalahnya atau tidak. Jika ia dapat menghadapi masalhnya dengan baik maka akan menjadi modal dasar dalam menghadapi masalah-masalah selanjutnya, sampai ia dewasa. Jika tidak mampu menghadapi masalahnya dalam masa ini, akan menjadikan dirinya orang dewasa yang tergantung pada orang lain.
Ketika seseorang memasuki masa remaja awal, ia akan mengalami badai atau dalam kehidupan perasaan dan emosinya. Tidak jarang kita lihat sikap dan sifat remaja yang sesekali bergairah dalam bekerja, tiba-tiba bergnti lesu. Rsa yakin berganti ragu-ragu yang berlebihan. Sulit menentukan cita-cita. Kelanjutan pendidikan dan lapangan kerja tidak dapat direncanakan. Keberadaan seorang pembimbing sangat diperlukan pada usia ini untuk memberikan bimbingan karier yang sesuai dengan kemampuan si remaja. Dalam hal persahabatan dan cinta, remaja awal masih tidak konskuen. Sering persahabatan bertukar menjadi senang. Ketertarikan pada lawan jenis  suka meloncat-loncat seperti monyet, sehingga cinta remaja awal sering disebut cinta monyet.
Perkembangan biologis masa remaja awal menyebabkan timbulnya perubahan-perubahan tertentu, baik bersifat kualitatif maupun kualitatif, baik bersifat fisiologis maupun psikologis. Oleh perkembangan baru ini kemampuan mental atau kemampuan berfikir remaja awal juga mulai sempurna. Pada masa ini kemampuan anak untuk mengambil kesimpulan dari informasi abstrak mulai sempurna. Akibatnya si remaja awal suka menolak hal-hal yang tidak masuk akal.
Penentangan pendapat sering terjadi dengan orang tua, guru, atau orang dewasa lainnya, jika mereka (remaja) mendapat pemaksaan  menerima pendapat tanpa alasan rasional. Tetapi dengan alasan yang masuk akal, remaja juga cendrung mengikuti pemikiran orang dewasa.
Oleh karena itu adalah sangat tidak bijaksana jika seorang guru dalam menerapkan pendidikn pada usia ini memaksakan suatu konsep tanpa alasan rasional. Guru atau orang tua harus dapat menerima dan mamahami pndapat mereka. Sedapat mungkin tidak mengadakan penolakan terlalu tajam terhadap konsep yang diajukan remaja. Jika konsep yag diajukan tidak tepat, maka penolakan dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat diterima secara rasional oleh remaja awal. Kata-kata: “  Pendapat kamu salah” sedapat mungkin tidak terlontar dalam diskusi dengan remaja. Sebaiknya menggunakan kalimat : “ Pendapat Anda baik, hanya dalam persoalan ini akan lebih baik jika .........”. Dengan demikian keberadaan remaja beserta konsep-konsepnya merasa diterima oleh lingkungannya.
Karena kemampuan berfikir remaja awal lebih dikuasai emosionalnya, mereka menjadi kurang mampu mengadakan konsensus dengan pendapat orang lain. Akibatnya timbul masalah pertentangan sosial, yaitu remaja awal menolak tiap bantuan orang tua atau orang dewasa lainnya dalam memecahkan masalahnya.
Jika masalah penentangan sosial antara remaja awal dengan orang tua atau orang dewasa makin tajam, maka timbullah jurang  pemisah yang makin dalam. Akibatnya remaja akan lari dari lingkungan keluarga khususnya orang tua dan mencari jati diri pada lingkungan lain yang tentu lebih sulit untuk dideteksi perkembangannya.
Untuk menghindari masalah yang makin kritis pada remaja awal, maka pada usia ini sangat dibutuhkan adanya pendidik dan atau orang tuay ang berkepribadian sederhana dan jujur. Tidak terlalu banyak menuntut pada anak didiknya, dan membiarkan anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan irama perkembangan dan kodratnya. Yang penting pada usia ini ialah membiarkan remaja menghayati pengalaman-pengalamannya sendiri. Dengan demikian remaja ( si remaja awal ) mampu menemukan sikap dan tujuan hidupnya sendiri. Orang tua hanya bersikap Tut Wuri Handayani. ( Agustus 1996)

Psikologi


PRILAKU ORANG PADA MASA PUBERTAS

                Kata “Pubertas” berasal dari kata latin, yang berarti usia menjadi orang. Pada usia ini anak dipersiapkan untuk mampu menjadi individu yang dapat melaksanakan tugas biologis berupa melajutkan keturuanan atau berkembang biak. Dalam periode ini terdapat perubahan-perubahan yang bersifat biologis sehingga menunjang pelaksanaan tugasnya. Perubahan perubahan biologis berupa mulai bekerjanya organ-organ reproduktif, disertai pula perubahan-perubahan yang bersifat psikologis.
                Masa pubertas merupakan periode yang sangat singkat, karena dialami individu hanya dalam waktu 2 sampai 4 tahun. Drs Sisulowindarinimenyatakan, usia puber berlangsung pada usia 11/12 tahun sampai 15/16 tahun. Rentangan usia ini diambil mengingat ada individu yang cepat menunjukkan gejala puber dan ada yang lambat. Tetapi jarang ada individu yang terlalu cepat hingga sebelum 11 tahun dan jarang pula terlalu lambat memasuki masa puber hingga melampaui usia 16 tahun. Di samping waktu yang singkat pubertas juga disebut sebagai periode transisi, sebab pubertas berada dalam peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa remaja, disebut kanak-kanak tidak tepat, sementara ia belum dapat dikatakan remaja. Dikatakan tumpang tindih sebab beberapa ciri biologis psikologis kanak-kanak masih dimilikinya, sementara beberapa ciri remaja juga dimilikinya.
                Melihat keunikan masa pubertas tersebut, maka prilaku anak pada masa transisi ini akan unik pula. Adanya kecendrungan anak puber melepaskan diri dari inditifikasi-identifikasiyang lama. Anak mulai bersikap sangat kritis terhadap orang tuanya, terutama terhadap ibunya bagi anak gadis dan ayahnya bagi puber laki-laki. Anak puber tidak jarang melebih-lebihkan kemampuan diri sendiri. Bahkan sering berusaha keras untuk berbeda dengan orang tuanya sehingga timbul kompleks tingkah laku yang antagonis atau bertentangan. Di suatu pihak tibul perasaan sudah menjadi dewasa, lebih pandai, lebih tahu, merasa diri kuat, berani menentang, tidak patuh, dengan sengaja melanggar peraturan-disiplin-ketertiban, memprotes terhadap  peraturan-peraturan pendidikan, mengekspresikan tingkah laku yang agresif dan lain-lain. Di pihak lain masih masih terdapat ikatan ikatan-ikatan emosi yang infantil, bertingkah laku seperti  kanak-kanak, dipenuhi rasa cemas dan takut, rasa diri minder atau rendah diri, diliputi rasa bersalah dan berdosa, ragu-ragu dan tidak percaya diri, rasa ketergantungan pada orang tua kebutuhan untuk minta pertolongan, serta agresi yang meledak-ledak. Keadaan yang seperti ini sering mengakibatkan konflik-konflik batin yang serius dan kebingungan pada diri anak puber.  Apalagi dari pihak orang tua atau pendidik sering memperburuk keadaan dengan ucapan-ucapan kontradiktif yang dapat menambah kebingungan pada anak. Suatu saat orang tua memarahi anaknya  dengan ucapan : “Sudah besar masih juga berbuat seperti itu” Tetapi di lain waktuorang tua berkata lain : “Ah, kamu masih kecil jangan ikut-ikutan”, ucapan-ucapan orang tua seperti itu akan mempertajam konflik batin anak puber, yang dapat menimbulkan gangguan-gangguan psikis pada kepribadiannya.
                Karenanya, anak puber sering bersikap negatif yaitu kurang berhati-hati, gemar membicarakan orang lain, cepat tersinggung, mudah curiga dan sebagainya. Perasaan yang sangat menonjol pada anak puber adalah rasa sedih, yaitu ingin menangis dan marah meskipun penyebabnya remeh, memusuhi jenis kelamin lain, adanya rasa bosan terhadap permainan yang pernah disenangi. Perasaan lain yang nampak adalah keinginan untuk menyendiri dan senang melamun tentang dirinya. Perbuatan-perbuatan yang sering nampak selalu lelah, kadang-kadang prilakunya tidak sopan.
                Dari prilakupuber di atas merupakan sinyal-sinyal peringatan bagi para orang tua dan pendidik bahwa bagi anak didiknya akan datang masa remaja. Dengan melihat sinyal-sinyal dimaksud para pendidik dan orang tua akan mempersiapkan diri  menghadapi keremajaan para remaja dengan berbagai tantangannya. Tantangan mana memerlukan sikap dasar tertentu, yaitu pengertian, penerimaan dan pemahaman serta bersikap dengan teknik-teknik unik untuk menghadapi keunikan remaja. Kalau tidak demikian maka akan sering kita saksikan atau dengar perkelahian antar pelajar, seperti peristiwa Bedugul beberapa waktu yang lalu misalnya. (Agustus 1996).

Tuesday 25 December 2012

Psikologi


KETAKUTAN BERLEBIHAN PADA ANAK
                Anak – anak pada usia 4 – 6 tahun sering dihinggapi rasa takut. Ketakutan anak-anak pada usia ini disebabkan dua faktor yaitu faktor dari dalam ( internal ) diri anak dan faktor luar (eksternal).
                Faktor dari dalam ada yang bersifat naluriah dan berupa imajinasi si anak. Secara naluriah si anak menginginkan rasa aman, nyaman dan tentram berada pada lingkungannya. Jika perasaan ini tidak diperoleh akan menimbulkan rasa takut pada anak. Imajinasi anak pada usia ini juga mulai berkembang. Anak sering berfantasi tentang hal-hal yang menyeramkan. Sedang anak sendiri belum dapat membedakan antara fantasi dan fakta. Sebagai contoh anak takut pada kolong tempat tidur yang gelap, ini sebagai akibat pengembangan fantasi pada realita.
                Faktor dari luar, justru banak berasal dari orangtua. Tidak disadari orangtua sering mencekoki mental anak dengan rasa takut. Akibatnya anak menjadi penakut yang berlebihan. Dngan alasan kasih sayang sering orangtua melindungi anak yang berlebihan (over protective). Tindakan ini justru membuat anak tidak bebas dalam mengembangkan kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan. Agar anak tidak bermain sesukanya, orangtua sering mengancam dengan kalimat :”Awas jangan kesana, di sana ada hantu”. Atau :” Eh, jangan keluar ada orang jahat mencari kepala anak kecil”. Ancaman-ancaman seperti ini secara lahiriah memang ampuh, tetapi secara mental sudah merusak.
                Pada umumnya anak susah disuruh tidur, apalagi tidur sendiri. Tidak jarang anak setelah di tempat tidur bikin ulah yang menjengkelkan orangtua. Untuk memaksa anak cepat tidur, orangtua sering meninabobokan dengan cerita-cerita yang menyeramkan. Akhirnya anak tertidur dengan membawa rasa takutnya. Tidak mustahil anak akan larut dengan cerita, dan muncul menjadi mimpi dalam tidurnya. Akibatnya anak akan mekin takut tidur, apalagi sendiri di malam hari. Hal ini akan sangat merepotkan orangtua da saudara-saudaranya.
                Media masa baik elektronik (televisi) maupun media cetak (buku/majalah) di samping berdampak positif juga dapat mendukung berkembangnya rasa takut pada anak. Film televisi yang berjenis horor dengan menampilkan monster-monster yang menyeramkan akan berpengaruh pada rasa takut anak. Gambar-gambar pada buku atau majalah yang seram-seram juga salah satu penyebab ketakutan pada anak. Karena seperti sudah disebutkan di atas anak susah membedakan yang khayal dan nyata.
                Beberapa jenis keakutan akibat hal-hal lain di antaranya : (1). Takut pada setan/hantu (momok). Para orangtua menggunakan ungkapan, “awas ada setan/hantu” untuk menakut-nakuti anak agar anak jadi penurut. Bukanlah tindakan orangtua yang bijaksana, karena akan menyebabkan anak bukan menjadi penurut, melainkan menjadi penakut. Bukan itu saja, dengan menggunakan tokoh-tokoh tertentu seperti polisi, penjahat dan lain-lain, untuk menakut-nakuti anak juga menyebabkan anak menjadi penakut. (2). Takut terhadap binatang. Rasa takut semacam ini sering diperoleh anak dari orangtianya. Sebab anak yang masih kecil, refrensi mereka adalah orangtuanya. Orangtua yang takut pada binatang tertentu, bisa jadi menlarkan rasa takutnya kepada si anak melalui gerakan tertentu tanda takut bila melihat binatang yang menakutkan dirinya. (3). Takut terhadap orang asing. Ini merupakan rasa takut produk dari anak yang di kurung di rumah, dan jarang pergi ke tempat-tempat ramai seperti pusat pembelanjaan, pasar dan tempat-tempat lain yang banyak orang berkumpul. Anak seperti ini akan merasa ketakutan jika bertemu dengan orang yang baru pertama dilihatnya. (4). Takut kehilangan miliknya. Orangtua sering memberikan hukuman yang terlalu berat pada anak yang menghilangkan sesuatu benda. Anak akan menjadi terlalu teliti terhadap miliknya. Bahkan sering meraba saku atau memeriksa tasnya di tiap kesempatan. Kebiasaan seperti ini dapat berlanjut sampai mereka dewasa.
Cara Mengatasi.
                Untuk mengatasi ketakutan yang berlebihan pada anak, orangtua memiliki peranan yang sangat besar, karena anak tumbuh dan berkembang baik fisik maupun mental pada lingkungan orangtuanya. Orangtua hendaknya membantu anak mengatasi ketakutan terhadap monster-monster dan hal-hal lain yang menakutkan. Bahkan, bersikeras meyakinkan pada anak bahwa sesungguhnya monster atau yang lainnya itu tidak ada dalam hidup kita.
                Kegiatan rutin merupakan sesuatu hal-hal yang paling penting di dalam kehidupan anak-anak. Rutinitas merupakan bagian dari perasaan aman.
                Anak perlu di dampingi dalam menonton TV. Hindari anak menonton film-film yang menakutkan dan penuh aksien. Berikan pengertian tentang apa yang ditonton, arahkan secara positif. Bacaan yang sampai ke tangan anak sedapat mungkin setelah mendapat sensor orangtua. Cerita-cerita menyeramkan jangan sampai terbaca atau terdengar oleh telinga anak. Apalagi cerita itu hanya sekadar agar anak patuh pada orangtua. Demikian juga dengan gambar-gambar yang dapat membangkitkan rasa takut anak. Bergaul dengan sebaya dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan tanggungjawab. (Agustus 1996)

Psikologi


KEMATANGAN SEKSUAL SEKUNDER
Transisi dari masa pra-pubertas melalui pubertas menuju masa adolensensi berlangsung secara bertahap dan dicirikan dengan makin berkembangnya fungsi-fungsi organis dan psikhis dari anak hadis. Proses organis yang paling penting pada masa pubertas adalah kematangan seksual. Menurut Dra. Kartini Kartono dalam bukunya Psychologi Wanita mengatakan bahwa kematangan seksual atau kematangan fisik pada umumnya berlangsung pada usia 11 sampai 18 tahun. Tetapi ada kalanya kematangan seksual berlangsung lebih cepat atau lebih lambat dari usia 11 – 18 tahun tersebut.
                Pada masa kematangan seksual atau kematangan fungsi jasmaniah yang biologis terjadi kematangan kelenjar kelamin. Kematangan kelamin ada dua yaitu kematangan kelamin primer dan kematangan kelamin sekunder. Secara kronoogis tanda-tanda kematangan kelamin sekunder mendahului kematangan kelamin primer. Tanda kematangan kelamin sekunder antara lain ; sering berdebar-debar, menggigil, mudah capai, tumbuh rambut pada alat kelamin dan ketiak, tumbuh kumis dan jambang pada anak laki-laki dan terjadi perubahan suara. Di samping itu terlihat pula gejala-gejala khusus pada anak-anak gadis yaitu meluasnya dada dan tumbuhnya payudara, menebalnya lapisan lemak di sekitar pinggul, paha dan perut.
                Sebagai akibat terganggunya harmoni dari fungsi motorik (gerak) anak muda, maka terlihat gejala-gejala sebagai berikut: canggung, kaku, kikuk, tegar, muka tampak kasar dan berjerawat. Pada masa ini si anak muda (pubescus) mengalami percepatan tumbuh yang disebabkan oleh cahaya matahari, karena pada umumnya anak muda suka berpetualang dan banyak berada di udara terbuka.
                Sekalipun kematangan seksual lebih banyak bersifat biologis, tetapi menetukan juga sikap (factor psikhis) dari anak terhadap diri sendiri dan konstitusi tubuhnya. Pada masa pra-pubertas anak gadis mengabaikan tubuhnya dan kurang menghayati dari segi seksualnya. Di samping itu relasi seksualnya masih bersifat homoseksual, karena obyek cinta kasih anak pra-pubertas tertuju pada jenis kelamin yang sama. Pilihan obyek pada jenis kelamin yang sama disebabkan karena kaitan kasih saying yang kuat dari ibunya. Walaupun hubungan ini ( anak dan ibu) sering ditandai dengan konflik baik secara terbuka maupun konflik terpendam. Sbagai akibat dari konflik-konflik teresebut maka anak gadis akan mengalihkan (identifikasi substitusi) kepada wanita lain sebagai pngganti ibunya. Bentuk relasi yang dijalin dengan kawan gadis lainnya ini akan sangat berpengaruh pada pembentukan pribadi anak gadis, karena dapat memperkaya kehidupan perasaan dan menimbulkan rasa percaya diri. Hubungan relasi dengan teman sejenis sering disebut homoseksualitas.
                Hubungan homoseksualitas pada masa pra-pubertas disebut sebagai homoseksualitas  perkembangan untuk membedakan dengan homoseksualitas yang sebenarnya. Homoseksualitas adalah relasi seksual di anatara orang dari enis kelamin yang sama. Beda homoseksual perkembangan dengan homoseksualitas biasa terletak pada factor psikhisnya.
                Pada homoseksual biasa  relasi seksualnya dibarengi dengan nafsu erotic yang kuat dan sering kurang wajar. Pada homoseksual perkembangan yang dilakukan anak gadis pra-pubertas bersifat murni psikhis, netral dan polos. Bentuk relasinya berupa persahabatan yang intensif, sangat intim, sangat akrab dan penuh kasih saying. Semua itu diwujudkan dengan mengagumi temannya, hormat dan takjub.
                Pada umumnya homseksual perkembangan tidak berlangsung terlalu lama, karena anak gaids akan mulai tumbuh sesuai dengan usianya menuju pada masa pubertas. Pada masa puber si gadis mulai menaruh minat yang besar kepada keadaan dirinya. Ia mulai mencoba memakai bermacam-macam gincu, crème, bedak, wangi-wangisn, sepatu baju yang indah-indah. Anak gadis mulai suka mematut diri berlama-lama di depan cermin. Hal ini dikerjakan bukan semata-mata untuk meniru tingkah laku wanita dewasa, tetapi lebih-lebih untuk membelai-belai secara riil eksistensinya selaku wanita, juga untuk memupuk kekenesannya, serta memuaskan satu kebutuhan baru yaitu untuk tampil cantik menarik. Oleh karena itu, mode dan perhiasan menjadi topik minatnya yang paling actual.Karena factor-faktor hormonal dan biologis yang makin matang menyebabkan gadis pubertas lebih serius meminati organ kelamin dan menstruasinya. (Prima, 1996)