UDENG DAN SELEMPOT SEBAGAI PENGIKAT INDRIA
Umat
Hindu setelah melaksanakan upacara tertentu sering kita lihat mengikatkan tiga
helai daun ilalang yang disusun sedemikian rupa di kepala mereka. Benda ini
sangat istimewa dan mengandung nilai kesucian yang sangat dalam. Benda tersebut
disebut Sirowista atau Karowista.
Kata Sirowista berasal dari bahasa
sansekerta yang terdiri dari kata sirah (kepala) dan wista
(pengikat). Jadi Sirowista adalah ikat kepala yang terbuat dari tiga helai daun
ilalang yang dibentuk sedemikian rupa.
Sirowista
dibuat dari daun ilalang karena daun ilalang sangat penting dalam tradisi
Hindu. Dalam setiap upacara rumput ini pasti hadir sebagai bagian dari upakara,
malah menjadi bagian yang sangat penting.
Tentang
kesucian dari rumput ilalang dapat kita temui dalam itihasa Mahabharata
khususnya dalam kitab Adiparwa. Dalam kitab ini diceritakan bahwa rumput
ilalang menjadi suci karena telah terpercikkan tirta amerta. Ketika Sang Garuda
menyerahkan tirta amerta kepada para naga untuk mebebaskan ibunya. Saat tirta
amerta ditinggal oleh para naga mandi, datanglah Sang Hyang Indra mengambilnya
kembali. Sekembalinya dari mandi para naga tidak lagi menemui tirta amerta,
melainkan hanya titik-titik amerta yang tertinggal di ujung rumput ilalang yang
ada di sana, itulah yang dijilat oleh para naga. Demikianlah cerita rumput
ilalang yang menjadi suci karena percikan tirta amerta tersebut.
Sebuah Sirowista dibuat dari tiga
helai daun ilalang yang dibentuk sedemikian rupa sehingga pada ujungnya terdapat
dua lingkaran dan tetap terdapat ujung yang lancip. Bila kita perhatikan dengan
seksama Sirowista tersebut, jelaslah bahwa bentuk Sirowista merupakan
perwujudan dari aksara suci OM, yang terdiri atas Omkara, Ardhacandra, Windhu
dan Nadha. Omkara terdiri dari Tri Aksara ( Ang, Ung, Mang), lingkaran pertama
adalah Ardhacandra (bulan), lingkaran ke dua adalah Windhu (matahari), dan
ujung yang lancip adalah Nadha (getaran cahaya). Jadi aksara suci OM sebagai
Nadha Brahma, dan juga perwujudan dari hukum semesta utpeti, sthiti dan
pralina, dituangkan dalam bentuk Sirowista dengan bahan rumput suci.
Penggunaan Sirowista diikatkan di
kepala dengan makna untuk mengikat kesucian dari Panca Budhi Indriya. Seperti
diketahui bahwa manusia memiliki sepuluh indriya (Dasendriya), terdiri dari
Panca Budhi Indriya dan Panca Kama Indriya. Panca Budhi Indriya terdiri atas Srotendriya,
Twakindriya,
Cakswindriya, Jihwendriya
dan Ghranendriya,
semuanya terletak di kepala. Sedangkan Panca Karma Indriya terletak dibagian
bawah yaitu Panindriya, Padendriya, Upasthendriya, Wagindriya
dan Paywindriya.
Dengan
demikian jelaslah bahwa Sirowista dimaksudkan untuk mengikat Panca Budhi
Indriya manusia khususnya Rajendriya (pikiran) dan lanjut untuk menyucikannya.
Selanjutnya
secara estetik Sirowista dikembangkan menjadi udeng(destar) yang
dipakai oleh umat Hindu dalam berbagai aktivitas keagamaan. Sementara itu karma
indriya diikat dengan selempot (umpal) yang diikatkan di
perut, yang menjadi sarana mutlak dalam
berbagai aktivitas kerja keagamaan seperti ngayah dll. Dalam setiap aktivitas
kerja keagamaan umat Hindu selalu menggunakan ikat kepala (destar) dan ikat
perut (selempot). Artinya mereka sangat mengutamakan pengendalian indria dalam
setiap aktivitas keagamaan.
Pada
acara-acara tertentu ikat kepala yang bermakna kesucian tersebut diganti dengan
kain putih, atau potongan daun rontal yang juga berwarna putih yang sering
digunakan dalam upacara pitra yadnya seperti maligia, memukur atau nyekah dan
juga pada upacara dewa yadnya seperti saat membuat sarana upacara (nyatur
). Jadi dengan mengikatkan
Sirowista atau udeng dikepala dan salempot di perut sebagai ihtiar dari umat
Hindu untuk mengikat nilai-nilai kesucian dan menegakkannya dalam kehidupan
beragama. ( I Nengah Margiana, S.Pd )