Saturday 29 December 2012

Agama


UDENG DAN SELEMPOT SEBAGAI PENGIKAT INDRIA

Umat Hindu setelah melaksanakan upacara tertentu sering kita lihat mengikatkan tiga helai daun ilalang yang disusun sedemikian rupa di kepala mereka. Benda ini sangat istimewa dan mengandung nilai kesucian yang sangat dalam. Benda tersebut disebut Sirowista atau Karowista.
            Kata Sirowista berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari kata sirah (kepala) dan wista (pengikat). Jadi Sirowista adalah ikat kepala yang terbuat dari tiga helai daun ilalang yang dibentuk sedemikian rupa.
Sirowista dibuat dari daun ilalang karena daun ilalang sangat penting dalam tradisi Hindu. Dalam setiap upacara rumput ini pasti hadir sebagai bagian dari upakara, malah menjadi bagian yang sangat penting.
Tentang kesucian dari rumput ilalang dapat kita temui dalam itihasa Mahabharata khususnya dalam kitab Adiparwa. Dalam kitab ini diceritakan bahwa rumput ilalang menjadi suci karena telah terpercikkan tirta amerta. Ketika Sang Garuda menyerahkan tirta amerta kepada para naga untuk mebebaskan ibunya. Saat tirta amerta ditinggal oleh para naga mandi, datanglah Sang Hyang Indra mengambilnya kembali. Sekembalinya dari mandi para naga tidak lagi menemui tirta amerta, melainkan hanya titik-titik amerta yang tertinggal di ujung rumput ilalang yang ada di sana, itulah yang dijilat oleh para naga. Demikianlah cerita rumput ilalang yang menjadi suci karena percikan tirta amerta tersebut.
            Sebuah Sirowista dibuat dari tiga helai daun ilalang yang dibentuk sedemikian rupa sehingga pada ujungnya terdapat dua lingkaran dan tetap terdapat ujung yang lancip. Bila kita perhatikan dengan seksama Sirowista tersebut, jelaslah bahwa bentuk Sirowista merupakan perwujudan dari aksara suci OM, yang terdiri atas Omkara, Ardhacandra, Windhu dan Nadha. Omkara terdiri dari Tri Aksara ( Ang, Ung, Mang), lingkaran pertama adalah Ardhacandra (bulan), lingkaran ke dua adalah Windhu (matahari), dan ujung yang lancip adalah Nadha (getaran cahaya). Jadi aksara suci OM sebagai Nadha Brahma, dan juga perwujudan dari hukum semesta utpeti, sthiti dan pralina, dituangkan dalam bentuk Sirowista dengan bahan rumput suci.
            Penggunaan Sirowista diikatkan di kepala dengan makna untuk mengikat kesucian dari Panca Budhi Indriya. Seperti diketahui bahwa manusia memiliki sepuluh indriya (Dasendriya), terdiri dari Panca Budhi Indriya dan Panca Kama Indriya. Panca Budhi Indriya terdiri atas Srotendriya, Twakindriya, Cakswindriya,  Jihwendriya dan Ghranendriya, semuanya terletak di kepala. Sedangkan Panca Karma Indriya terletak dibagian bawah yaitu Panindriya, Padendriya, Upasthendriya, Wagindriya dan Paywindriya.
Dengan demikian jelaslah bahwa Sirowista dimaksudkan untuk mengikat Panca Budhi Indriya manusia khususnya Rajendriya (pikiran) dan lanjut untuk menyucikannya.
Selanjutnya secara estetik Sirowista dikembangkan menjadi udeng(destar) yang dipakai oleh umat Hindu dalam berbagai aktivitas keagamaan. Sementara itu karma indriya diikat dengan selempot (umpal) yang diikatkan di perut, yang menjadi sarana mutlak  dalam berbagai aktivitas kerja keagamaan seperti ngayah dll. Dalam setiap aktivitas kerja keagamaan umat Hindu selalu menggunakan ikat kepala (destar) dan ikat perut (selempot). Artinya mereka sangat mengutamakan pengendalian indria dalam setiap aktivitas keagamaan.
Pada acara-acara tertentu ikat kepala yang bermakna kesucian tersebut diganti dengan kain putih, atau potongan daun rontal yang juga berwarna putih yang sering digunakan dalam upacara pitra yadnya seperti maligia, memukur atau nyekah dan juga pada upacara dewa yadnya seperti saat membuat sarana upacara (nyatur ).  Jadi dengan mengikatkan Sirowista atau udeng dikepala dan salempot di perut sebagai ihtiar dari umat Hindu untuk mengikat nilai-nilai kesucian dan menegakkannya dalam kehidupan beragama. ( I Nengah Margiana, S.Pd )

No comments:

Post a Comment