MASA KRITIS REMAJA AWAL
Manakala usia seseorang
telah genap 12/13 tahun, maka ia telah
mulai menginjak kehidupan yang disebut masa remaja awal. Dr Winarno surachmad
menyatakan, masa remaja (adolescence)
berada pada usia 12 – 22 tahun. Selanjutnya masa remaja ini diuraikan menjadi
masa remaja awal ( early adolescence) usia 12 – 17 tahun, dan masa remaja
akhir (late adolescence) pada usia 17 –
22 tahun. Masa remaja awal yang
berlangsung pada usia 12 – 17 tahun ini sering disitilahkan dengan “ teenagers”
(anak usia belasan tahun).
Dikatakan kritis
sebab dlam masa ini remaja akan dihadapkan dengan persoalan apakah ia dapat
menghadapi dan memecahkan masalahnya
atau tidak. Jika ia dapat menghadapi masalhnya dengan baik maka akan menjadi
modal dasar dalam menghadapi masalah-masalah selanjutnya, sampai ia dewasa.
Jika tidak mampu menghadapi masalahnya dalam masa ini, akan menjadikan dirinya
orang dewasa yang tergantung pada orang lain.
Ketika seseorang
memasuki masa remaja awal, ia akan mengalami badai atau dalam kehidupan
perasaan dan emosinya. Tidak jarang kita lihat sikap dan sifat remaja yang
sesekali bergairah dalam bekerja, tiba-tiba bergnti lesu. Rsa yakin berganti
ragu-ragu yang berlebihan. Sulit menentukan cita-cita. Kelanjutan pendidikan
dan lapangan kerja tidak dapat direncanakan. Keberadaan seorang pembimbing
sangat diperlukan pada usia ini untuk memberikan bimbingan karier yang sesuai
dengan kemampuan si remaja. Dalam hal persahabatan dan cinta, remaja awal masih
tidak konskuen. Sering persahabatan bertukar menjadi senang. Ketertarikan pada
lawan jenis suka meloncat-loncat seperti
monyet, sehingga cinta remaja awal sering disebut cinta monyet.
Perkembangan
biologis masa remaja awal menyebabkan timbulnya perubahan-perubahan tertentu,
baik bersifat kualitatif maupun kualitatif, baik bersifat fisiologis maupun
psikologis. Oleh perkembangan baru ini kemampuan mental atau kemampuan berfikir
remaja awal juga mulai sempurna. Pada masa ini kemampuan anak untuk mengambil
kesimpulan dari informasi abstrak mulai sempurna. Akibatnya si remaja awal suka
menolak hal-hal yang tidak masuk akal.
Penentangan
pendapat sering terjadi dengan orang tua, guru, atau orang dewasa lainnya, jika
mereka (remaja) mendapat pemaksaan
menerima pendapat tanpa alasan rasional. Tetapi dengan alasan yang masuk
akal, remaja juga cendrung mengikuti pemikiran orang dewasa.
Oleh karena itu
adalah sangat tidak bijaksana jika seorang guru dalam menerapkan pendidikn pada
usia ini memaksakan suatu konsep tanpa alasan rasional. Guru atau orang tua
harus dapat menerima dan mamahami pndapat mereka. Sedapat mungkin tidak
mengadakan penolakan terlalu tajam terhadap konsep yang diajukan remaja. Jika
konsep yag diajukan tidak tepat, maka penolakan dilakukan sedemikian rupa
sehingga dapat diterima secara rasional oleh remaja awal. Kata-kata: “ Pendapat kamu salah” sedapat mungkin tidak
terlontar dalam diskusi dengan remaja. Sebaiknya menggunakan kalimat : “
Pendapat Anda baik, hanya dalam persoalan ini akan lebih baik jika .........”.
Dengan demikian keberadaan remaja beserta konsep-konsepnya merasa diterima oleh
lingkungannya.
Karena kemampuan
berfikir remaja awal lebih dikuasai emosionalnya, mereka menjadi kurang mampu
mengadakan konsensus dengan pendapat orang lain. Akibatnya timbul masalah
pertentangan sosial, yaitu remaja awal menolak tiap bantuan orang tua atau
orang dewasa lainnya dalam memecahkan masalahnya.
Jika masalah
penentangan sosial antara remaja awal dengan orang tua atau orang dewasa makin
tajam, maka timbullah jurang pemisah
yang makin dalam. Akibatnya remaja akan lari dari lingkungan keluarga khususnya
orang tua dan mencari jati diri pada lingkungan lain yang tentu lebih sulit
untuk dideteksi perkembangannya.
Untuk
menghindari masalah yang makin kritis pada remaja awal, maka pada usia ini
sangat dibutuhkan adanya pendidik dan atau orang tuay ang berkepribadian
sederhana dan jujur. Tidak terlalu banyak menuntut pada anak didiknya, dan
membiarkan anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan irama perkembangan dan
kodratnya. Yang penting pada usia ini ialah membiarkan remaja menghayati pengalaman-pengalamannya
sendiri. Dengan demikian remaja ( si remaja awal ) mampu menemukan sikap dan
tujuan hidupnya sendiri. Orang tua hanya bersikap Tut Wuri Handayani. ( Agustus
1996)
No comments:
Post a Comment